Selasa, 12 November 2019
Selamat Tahun Baru, Tuan
Sabtu, 06 Juli 2019
Yang Lupa Ku Syukuri
Aku hanya ingin menulis ini. Entah untuk yang terakhir, atau nanti ada lagi.
Aku tidak pernah bingung, tentang bagaimana kau berpikir. Mengapa kau mengutuk es krim dan cokelat, tapi akan melumat habis yang ada di bibir ku. Mengapa kau selalu menolak makan kepiting, tapi diam-diam menghabiskan kerang saus padang pesanan ku. Dan kau selalu benci menggenggam tangan ku : "emangnya mau nyebrang?", tapi parkiran suatu mall pernah penuh oleh gema tawa mu saat menggendong tubuh ku "berat banget kayak karung beras".
Meski datang tanpa panduan, aku ingin menjadi yang termahir menerjemahkan mu. Dalam nihil cahaya, atau sekuat kuatnya lampu penerangan GBK. Dalam mode super tabah mu, atau sedang buas-buasnya kalau diganggu main game. Dalam wangi atau bau keringat orang sehabis naik motor. Pula dalam keadaan ketika kamu menyerah pada ketidak kuasaan mu menerjemahkan ku satu persatu.
Sebab rumah adalah tempat, dimana kau bisa menjadi diri mu seutuhnya. Walau kita sedang dalam perjalanan yang tak pernah sampai, selalu berhenti setiap terlalu jauh, terus berjalan meski lelah, dan mundur lagi karena terlalu dekat. Ku cinta kau dalam hening lelap tidur mu, hingga bising pinta ku untuk mu tetap menetap lebih lama dari selamanya.
Rabu, 30 Januari 2019
Berhenti
Sungguh aku tak bisa menjadi biasa saja. Karena sumpah demi Tuhan, rasa ini masih ada.
Mengenang senyum mu, sebenarnya aku tak ingin. Tapi seperti apa pun ketakutan dalam hidup, ia selalu mengejar ku hingga dada ini tak sanggup lagi berdegup.
Kau ada di setiap lagu yang ku dengar, kopi yang setiap pagi ku seduh, merupa hujan tengah malam, atau petugas bank yang kebetulan bajunya tercium parfum mu.
Langkah ku seringan permen kapas. Berharap cepat sampai ke tujuan, tak pernah lelah, namun di sana tak ada lagi kamu.
Pesta semalaman, lampu pinggir kota, bising di telinga, sungguh hura-hura yang percuma, jika setiap pagi yang ku tanya adalah "kau dimana?"
Akan ku jawab "iya", tapi tawaran dari mu tak pernah benar-benar ada. Sebab aku tak pernah cukup, membuat mu untuk tetap tinggal.
Aku rindu pada diri ku yang sebelum mengenal kamu. Yang tak perlu repot merapikan hati saat dengan sengaja kau acak-acak rambut ku. Yang tak perlu khawatir saat lambat laun ingatan mu tentang ku menyusut.
Aku terlalu jauh dari raga mu yang sekarang entah di dekap siapa. Semesta menarik semuanya dengan kuat, kecuali perasaan ku.
Menyesakan rasanya melihat mu tertawa, bukan karena aku tidak mau kau bahagia. Tapi karena ternyata, bukan aku lagi yang menjadi sebabnya.
Kini segala ingin hanya sekedar angan. Pada apa-apa yang ku semogakan, pada setiap syukur yang ku panjatkan, pada hal yang kau sebut cinta tapi tak pernah kau usahakan. Aku kalah.