Rabu, 31 Oktober 2018

Teruntuk Kamu Yang Melukis Binar

Aku tak pernah percaya pada kebetulan. Pada apa-apa yang memang seharusnya terjadi. Tanpa didramatisir, apa lagi diromantisasi.
Patah hati mu juga hancurnya hidup ku beberapa waktu lalu memang sudah diagendakan Tuhan, agar hari ini, aku banyak-banyak bersyukur. Menetap pada orang yang tepat.
Sejauh apa pun aku berlari, lapisan bening di mata ku saat mendengar nama mu, tak akan pernah bisa ku sembunyikan binarnya. Bahkan senyap di dada mu bisa ku dengar berapun satuan jaraknya.
Laki-laki yang tak bisa dipimpin, namun kerap mengalah karena sikap ku yang tak mau kalah. Yang bercerita sama sabarnya ketika mendengar. Yang tak pernah kasar saat marah. Yang mengizinkan ku menjadi diri sendiri. Yang memberi amanat agar aku selalu melakukan apa pun yang ku mau dengan penuh tanggung jawab. Cukup. Lantas, apa lagi yang ku cari?
Kepada tuan, yang selalu menggenggam dengan benar-benar apa pun yang kau anggap benar, terima kasih sudah mau menurunkan ego dan gengsinya. Untuk setiap perhatian, kejujuran, kejutan dan kasih sayangnya.
Sebab kau adalah hal baik yang dipersiapkan Tuhan. Alasan bibir ini melengkungkan senyum, bahkan mendung tak sempat mampir ke hidup ku. Percaya lah, kau sering kali ku ucap dalam syukur.

Minggu, 07 Oktober 2018

Yang Disiapkan Waktu

Aku masih ingat, hari itu melelahkan sekali. Belajar dari pagi hingga terbenam matahari. Belum lagi, tugas yang datang bertubi-tubi.
Aku ingin segera pulang ke kostan, menghempaskan badan ke kasur, sambil membaca lini kala di twitter, dengan lidah yang menjilati es krim rasa mangga.
Aku memperlambat langkah, saat ternyata ada kamu di parkiran kampus, dengan pacar mu, yang dulu tampak kau jaga dengan baik.
Pacar mu tampak cemberut, entah karena apa. Aku tidak terlalu peduli. Yang aku lihat adalah kamu yang berusaha membujuk ia agar tak marah lagi.
"Yaudah sini, lepas dulu tasnya, adek". Kata mu sambil menarik tas yang menggantung di bahunya.
"Apaan sih. Aku tuh capek tau gak." Umpat pacar mu, masih dengan bibir yang manyun.
"Ya makanya sini tasnya aku bawain, yuk makan aja yuk". Kamu masih saja membujuk dia, dengan tatapan penuh sayang.
Setelah itu aku tak mendengar apa-apa lagi, aku bergegas pulang. Entah kenapa, hari ku terasa semakin buruk.
Saat itu aku sedang cinta-cintanya pada rich brian, pada lagunya, pada cara ia bernyanyi, dan juga tingkahnya di panggung. Ya, saya mulai menghafal lirik lagunya, dengan tempo yang cepat, dan kemampuan berbahasa inggris saya yang tidak ada apa apanya. Tentu saja saya sering terbata-bata, karena kesulitan mengucapkan beberapa kata. Lalu, kamu melanjutkan lirik yang saya jeda, hingga lagunya selesai. Sepele, tapi saya senang.
Kamu pernah bercerita, saat cinta mu kandas begitu saja. Yang kau kira yang paling istimewa, tapi ternyata sama. Padahal kau terlihat begitu sayang, segala hal kau upayakan, tapi tak sebanding dengan apa yang dia lakukan.
Saya tau, dia berulang taun bulan mei, dan kamu memberikan boneka serta bunga. Ia tanpak senang sekali -aku melihat ini dari semua unggahan di sosial media mu- .
Kenapa? Kaget ya? Sebenarnya aku tak mau peduli, tapi instastory mu selalu berada di paling kiri. Menyebalkan.
Kau bercerita panjang sekali, tentang konsep sebuah hubungan, kepercayaan, kesetian dan sebagainya. Padahal aku tau, cinta tak lagi bermakna untuk mu. Perbincangan itu lewat begitu saja. Tak pernah ku cari tau kamu dimana, sedang suka apa, atau apa pun ; karena aku tau batasan antara dua orang yang mempunyai pasangan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kok kita kalo ngobrol nyambung gini sih? Bahkan ketika aku diam, kamu paham apa yang aku maksud." Ucap mu sambil membawa susu kotak strobery dan es krim vanilla di kantong keresek berwarna putih.
"Iya, masa dulu pas aku nyanyi lagu rich brian yang judulnya dat stick, kamu pernah lanjutin liriknya sampe selesai." Jawab ku sambil terus mengingat kejadian setahun belakangan.
"Aku juga diem-diem nyanyi, kalo kamu muter lagu sementaranya float. Tapi kayaknya kamu gak denger deh."
Aku malas menanggapi, malah mengambil susu di tangan kanan mu.
"Kenapa harus susu strobery?" Tanya ku.
"Aku pernah liat kotak bekas susu strobery di tempat sampah mu, aku gak peduli itu punya siapa. Kayaknya sih punya kamu."
Iya, itu susu milik ku. Yang sudah habis, lalu ku buang ke tempat sampah. Tapi, bagaimana mungkin, kamu ingat?
"Kamu lucu kalo lagi bingung gitu." Kamu membuyarkan lamunan ku.
Malam itu kita menjadi orang tercerewet segalaksi, ku rasa. Bagaimana kamu ingat penyanyi kesukaan ku, buku yang ku baca juga film GoT yang ingin ku tonton tapi selalu tak sempat. Mengingat, betapa manisnya letupan di dada masa itu, tapi kita terlalu abai untuk sadar.
"Jadi, kamu punya gak sih sepupu atau teman yang sifatnya kayak kamu? Yang pola pikirnya kayak gini?" Ucap mu.
Aku bingung. "Gak ada, cuma satu di dunia."
"Yaudah, aku nunggu kamu bereinkarnasi aja."
Kamu terlalu gengsi mengakui, bahwa cinta telah mengisi dada mu. Sama naifnya dengan ku, yang mati-matian menolak rasa sejak dulu.
"Yaudah aku nyerah, aku mau tumpah ke dalam mu. Kalau suatu saat nanti, kamu hilang seperti yang sudah-sudah, ya silakan. Itu bukan hak ku, tapi aku tau kamu perempuan cerdas, yang menggunakan otaknya dengan baik saat melakukan sesuatu. Terserah kamu, asal tau batas ya." - Lelaki yang di matanya ada cinta dan galaksi, yang ingin ku cintai berkali-kali tanpa tapi.