Senin, 06 Juni 2016

Aku tidak akan pulang,sebab aku tidak pernah pergi



Seberkas cahaya matahari menyelinap masuk diantara gorden warna merah muda dan biru,membangunkan Delia dari tidur nyenyaknya. ia sudah terbiasa dengan aroma obat-obatan di setiap sudut kamarnya,tapi sepertinya ia belum terbiasa dengan kehadiran ku.
“selamat pagi Del,mau langsung mandi atau sarapan dulu?” ujar ku dengan senyum yang entah mengapa tiba-tiba mengembang. Tapi Delia hanya diam saja,dengan tatapan yang sulit dideskripsikan.
“aku ambilin sarapan ya” bujukku dengan senyum yang sama.
“maaf,apakah kita pernah saling mengenal?” kata Delia dengan suara pelan.
Aku hanya bisa menarik napas,saat mendengarnya mengucapkan kalimat itu lagi,lagi,dan lagi.
“mengapa kau hanya diam?”
Ah,lagi-lagi hati ku seperti di tusuk ratusan pisau ; sakit. Sebenarnya kita pernah menjadi yang bahagia dan membahagiakan,pernah menjadi ‘rumah’ yang dirindukan,dan pernah menjadi tempat pulang untuk berbagi kesedihan. Sebelum ia kehilangan ingatannya.
Hari itu adalah hari yang sangat spesial,karena usia pernikahan kita genap 30 tahun. Dan aku bermaksud mengajak Delia jalan-jalan ke taman bunga,tempat kesukaannya. Entah mengapa,ia terlihat sangat cantik dengan gaun warna hitam dan lipstik warna merah yang mewarnai bibirnya. Setelah itu aku mengajaknya ke restoran Jepang,dan sepertinya ia sangat senang. Delia memakan makanannya lahap sekali,dan sesekali ia tersenyum malu-malu. Ya Tuhan,aku seperti jatuh cinta lagi.
“Di,apakah aku cantik?” katanya sambil menunduk.
“tentu saja Del”
“meski aku sudah setua ini?”
“kau cantik sesuai usia mu,aku sangat mencinta mu”
“benakah?”
“tentu saja,kau adalah wanita terhebat yang pernah ku temui”
“jika suatu hari aku sakit-sakitan dan tak bisa  menemani mu lagi bagaimana?”
“itu tidak mungkin Del,dan seandainya itu tejadi,aku tak akan penah meninggalkan mu”.
“aku beruntung memiliki suami seperti mu,Di”
Aku senang sekali hari ini,tapi aku merasa sangat bersalah setelahnya.
Saat perjalanan pulang,semuanya terasa menyenangkan Lalu saat cuaca mulai mendung, aku pun mulai menaikan kecepatan  motor menjadi 80 km/jam,aku tidak mau Delia kehujanan. Namun tiba-tiba aku menabrak truk besar,karena jalanan terlalu licin. Tubuh ku masuk ke bagian bawah truk,dan ia terpental entah kemana.
Dan akhirnya aku harus kehilangan kaki ku,dan Delia harus kehilangan ingatannya. Aku menyesal mengendarai motor terlalu cepat,menyesal mengajaknya jalan-jalan,dan menyesal karena telah membuatnya tak ingat apa apa,termasuk aku,suaminya. Jika takdir bisa dipesan,aku ingin semua ini tidak pernah tejadi pada kita,tapi sayangnya aku bukan Tuhan.
Tapi kini,aku harus menikmati keadaan. Walau pun aku tidak bisa lagi berjalan,dan ia tidak lagi mengingat aku,keluarga kita,bahkan orang tuanya sekali pun,aku akan tetap menemaninya. Biar lah,hati ku tergores saat ia menganggap ku orang lain dan saat ia memperlakukan anak kita seperti orang asing. Aku akan tetap menemaninya,mengisi kekosongan hatinya,dan tetap mencintaimya seburuk apa pun keadaannya saat ini.
“hei,sebenarnya kau ini siapa?” Tanya Delia,membuyarkan lamunan ku.
“maaf,aku bukan siapa-siapa”.

(hanya) rindu



Ingatan serupa mesin waktu, yang dapat membawa mu jauh sekali, lalu merusak mood mu seharian.
Kamu senang mengenangnya tiap petang. Mengingat senyumnya yang dapat membuat mu baik-baik saja saat sedang sedih-sedihnya,mengingat suaranya yang dapat menggugurkan seluruh rindu,dan mengigat bahwa hanya ia yang dapat membuat mu merasa pulang. Lalu setelah itu sesak memenuhi seluruh ruang dalam dada mu, tersadar bahwa waktu begitu cepat berlalu,bahwa ia hanya ada dalam masa lalu.
Pada taggal tertentu,hari mu akan terasa berat dari biasanya,kepala mu riuh oleh nyanyian yang pernah ia dendangkan. Dan sekali lagi,kenyataan menampar mu ; menyadarkan mu dari kebahagiaan yang sudah berlalu.
Lamanya waktu berpisah,tidak menjamin kau akan baik-baik saja. Yang ada kau semakin tenggelam ke dasar rindu,yang membuat mu betah di dalam tempat bernama masa lalu.
Terkadang,kau merasa merindu itu berat. Tapi kemudian kau ingat,kau tidak akan pernah singgah pada rumah selain ia. Tak peduli seberapa bahagia ia saat ini,yang kau tahu hanya ia yang kau tunggu,menjadi satu-satunya tempat yang dapat melenyapkan segala rindu.
Merindu itu melelahkan,apa lagi kalau sendirian. Jadi,mau sampai kapan?