Seberkas cahaya
matahari menyelinap masuk diantara gorden warna merah muda dan
biru,membangunkan Delia dari tidur nyenyaknya. ia sudah terbiasa dengan aroma
obat-obatan di setiap sudut kamarnya,tapi sepertinya ia belum terbiasa dengan
kehadiran ku.
“selamat pagi Del,mau langsung mandi atau sarapan
dulu?” ujar ku dengan senyum yang entah mengapa tiba-tiba mengembang. Tapi
Delia hanya diam saja,dengan tatapan yang sulit dideskripsikan.
“aku ambilin sarapan ya” bujukku dengan senyum yang
sama.
“maaf,apakah kita pernah saling mengenal?” kata
Delia dengan suara pelan.
Aku hanya bisa menarik napas,saat mendengarnya
mengucapkan kalimat itu lagi,lagi,dan lagi.
“mengapa kau hanya diam?”
Ah,lagi-lagi hati ku seperti di tusuk ratusan pisau
; sakit. Sebenarnya kita pernah menjadi yang bahagia dan membahagiakan,pernah
menjadi ‘rumah’ yang dirindukan,dan pernah menjadi tempat pulang untuk berbagi
kesedihan. Sebelum ia kehilangan ingatannya.
Hari itu adalah hari yang sangat spesial,karena usia
pernikahan kita genap 30 tahun. Dan aku bermaksud mengajak Delia jalan-jalan ke
taman bunga,tempat kesukaannya. Entah mengapa,ia terlihat sangat cantik dengan
gaun warna hitam dan lipstik warna merah yang mewarnai bibirnya. Setelah itu
aku mengajaknya ke restoran Jepang,dan sepertinya ia sangat senang. Delia
memakan makanannya lahap sekali,dan sesekali ia tersenyum malu-malu. Ya
Tuhan,aku seperti jatuh cinta lagi.
“Di,apakah aku cantik?” katanya sambil menunduk.
“tentu saja Del”
“meski aku sudah setua ini?”
“kau cantik sesuai usia mu,aku sangat mencinta mu”
“benakah?”
“tentu saja,kau adalah wanita terhebat yang pernah
ku temui”
“jika suatu hari aku sakit-sakitan dan tak bisa menemani mu lagi bagaimana?”
“itu tidak mungkin Del,dan seandainya itu tejadi,aku
tak akan penah meninggalkan mu”.
“aku beruntung memiliki suami seperti mu,Di”
Aku senang sekali hari ini,tapi aku merasa sangat
bersalah setelahnya.
Saat perjalanan pulang,semuanya terasa menyenangkan
Lalu saat cuaca mulai mendung, aku pun mulai menaikan kecepatan motor menjadi 80 km/jam,aku tidak mau Delia
kehujanan. Namun tiba-tiba aku menabrak truk besar,karena jalanan terlalu licin. Tubuh ku masuk ke bagian
bawah truk,dan ia terpental entah kemana.
Dan akhirnya aku harus kehilangan kaki ku,dan Delia
harus kehilangan ingatannya. Aku menyesal mengendarai motor terlalu
cepat,menyesal mengajaknya jalan-jalan,dan menyesal karena telah membuatnya tak
ingat apa apa,termasuk aku,suaminya. Jika takdir bisa dipesan,aku ingin semua
ini tidak pernah tejadi pada kita,tapi sayangnya aku bukan Tuhan.
Tapi kini,aku harus menikmati keadaan. Walau pun aku
tidak bisa lagi berjalan,dan ia tidak lagi mengingat aku,keluarga kita,bahkan
orang tuanya sekali pun,aku akan tetap menemaninya. Biar lah,hati ku tergores
saat ia menganggap ku orang lain dan saat ia memperlakukan anak kita seperti
orang asing. Aku akan tetap menemaninya,mengisi kekosongan hatinya,dan tetap
mencintaimya seburuk apa pun keadaannya saat ini.
“hei,sebenarnya kau ini siapa?” Tanya Delia,membuyarkan
lamunan ku.
“maaf,aku bukan siapa-siapa”.