Selasa, 06 November 2018

Keluarga Ini Bernama Kojul

Saya sedang sendirian, saat air dari langit menghujam tanah dengan keras. Sesekali terdengar suara yang menggelegar di luar. Membuat saya semakin betah tidak melakukan apa pun di atas kasur.
Kemudian, saya ingat kalian. Sedang apa? Masih kah es krim menjadi teman setia kala hujan? Masih kah berani kuyup hanya demi semangkuk seblak setan? Masih kah tertawa terbahak-bahak untuk tetap menjaga kewarasan?
Atau diam-diam kalian meninggalkan semua ritual itu, hanya karena takut semakin rindu?
Maaf saya terlalu meracau. Sebab diri ini terlalu kacau, tanpa hadir kalian disisi.
Sebut saya mudah baper. Beberapa waktu lalu saya mencetak foto kalian, menempelnya di dinding kamar. Dan bodohnya, setiap mata saya berhenti pada senyum lebar di gambar, saat itu juga perasaan terasa sangat hambar.
Kepada Nuroh, saya ingin dipeluk lagi setiap pagi. Tentang tangis yang selalu berhasil tumpah, meski saya tak sedang patah. Cara mu menceritakan polisi tampan yang kau temui di jalan. Atau rengekan mu saat lapar, padahal baru 2 jam lalu perut terisi dengan penuh.
Deli, terima kasih untuk 3 tahun mendengarkan saya bercerita tentang nama yang sama, hingga saya mampu bangkit dan menjemput bahagia. Yang begitu yakin, saya akan menemukan yang lebih baik. Padahal dirinya sendiri lebam dihajar masa silam. Perempuan cerdas yang menenggelamkan diri di dunia Kpop,  tapi kerap menjadi cemoohan kami karena sikapnya yang aneh.
Jaka, laki-laki paling ambisius yang pernah saya temui. Membuat saya begitu semangat untuk selalu belajar, dan meraih apa pun yang saya kejar. Maaf pernah mematahkan diri mu begitu hebat,  sebab saya lebih nyaman menjadi sahabat. Saya tidak tahu, kemana saya harus pergi saat sedang tak percaya diri. Dulu saya begitu benci disuapi makanan menggunakan sendok sup. Dengan komposisi nasi lebih banyak dari lauk. Jika bisa diulang kembali, saya janji tidak akan ada sisa nasi di kotak bekal mu lagi. Juga saya tidak akan mengeluh jika tiba-tiba motor yang kita kendarai -gugun- , mogok di tengah jalan. Nanti kita bernyanyi lagi, hingga tak terasa motor mu telah sampai di depan pagar rumah.
Putri, keras kepala mu kerap membuat kepala yang lain juga pening. Mood yang berubah-ubah tapi mampu mengatasinya dengan mudah. Saya tahu, diri ini terlalu menyebalkan. Minta diberi solusi, tapi malah mengambil langkah sendiri. Tetap lah bergerak, put. Sebab diam tak akan mengantarkan mu pada siapa-siapa.
Ipih, kepala suku yang keputusannya sulit direcoki, kecuali oleh putri. Yang setiap tutur kata dan perbuatannya mampu membuat saya shalat lebih awal dari biasanya. Pernah menangis karena idolanya -Ariel Noah- dicaci maki. Yang juga begitu semangat mengajak kami menonton film bollywood, padahal di seperempat jalan film, kami tertidur.
Rohmani, perempuan tangguh yang mampu mengurus rumah, adik, ayah, juga kuliahnya diwaktu bersamaan. Yang pernah membalikan meja saat sedang marah. Gemar berolahraga juga naik gunung. Namun tak pernah sekali pun ku dengar, ia sakit. Terima kasih telah membuat saya yakin dengan jurusan kuliah yang saya ambil, semoga kita bisa bekerja di rumah sakit yang sama.
Hany, saya sebal jika kau sedang patah hati. Begitu tak punya kuasa atas diri. Tapi tak apa, nyatanya kau bisa melewatinya dengan baik-baik saja. Pernah makan nasi padang sebungkus berdua di gudang, karena tak mau berbagi dengan jaka. Kerap jatuh hati pada orang yang sama, lalu salah satu diantara kita akan mundur setelahnya. Maaf, saya belum bisa menemani mu berhijrah. Malah saya berjalan semakin mundur.
Deny, di ponselnya begitu banyak aplikasi. Berteman di dunia maya, padahal hanya beberapa yang menyayanginya dengan nyata. Apa pun yang keluar di mulutnya adalah belati. Terlalu banyak tertawa, sampai lupa kalau dirinya rapuh juga. Tapi tak pernah malu untuk terus belajar.
Windy, yang paling berbesar sabar dengan segala tingkah kami. Yang mengingatkan untuk selalu beristigfar sesaat setelah membicarakan orang lain. Kemudian, kami akan melanjutkannya lagi. Yang hampir tidak pernah bersedih, namun peluknya terasa begitu pelik.
Terima kasih, sudah bertahan sejauh ini. Saya terlalu meyebalkan memang. Keras kepala, kerap merasa diri paling benar, tak sabaran, dan terlalu peka pada apa yang seharusnya tak ada di kepala. Terima kasih, untuk segala dekap, tawa,  dan air mata yang pernah hadir. Lini terdepan yang saya cari ketika masalah tak henti-hentinya menghampiri. Kita pernah begitu kekanakan, sampai pada suatu masa kita mengerti, bahwa cinta bukan tentang selalu ada disisi. Melainkan rasa, yang tak pernah berhenti, meski jarak begitu jauh untuk ditapaki. Prioritas kita memang sudah berbeda, tapi saya tahu, kita masih saling cinta. Bersama kalian, saya tak pernah merasa lelah. Karena saya menjadi sejujur-jujurnya diri. Tanpa ada topeng, tanpa takut kalian akan meninggalkan saya. Selalu sehat dan berbahagia, ya. Semoga pendidikan dan pekerjaan kalian cepat rampung. Agar bisa pulang lagi ke Parung.
Penuh cinta, Bella. Yang rindu di dekap oleh alien semacam kalian.