Kamis, 17 Agustus 2017

Sudah. Cukup.

Aku masih saja mengaduk-ngaduk es kelapa di hadapan ku, mengira di bawah sana masih ada residu gula dan susu. Padahal yang jelas-jelas tersisa, hanya kamu yang ada di kepala. Dada ku tidak berdegup sama sekali, saat aku bertemu kamu lagi setelah bertaun-taun lalu kamu memilih minggat dari hidup ku. Hanya ada sesak disana, menanyakan hal basa-basi saja aku tak kuasa.
Kamu terlalu menakjubkan. Singgah yang ku syukuri berkali kali. Dan patah yang ku simpan berlama lama.
Hari ini kau buat kupu kupu di perut ku terbang, berputar-putar bahkan. Tapi bisa saja esoknya kamu pergi ke konser raisa dengan perempuan lain. Dengan mu bahagia begitu sering menghampiri, tapi bisa saja setelah ini aku akan menangis meraung-raung hingga aku lelah sendiri dengan sikap mu. Begitu terus,sampai akhirnya kamu memutuskan untuk pergi, untuk membuat ku berhenti bersedih, kata mu.
Namun semuanya terasa tidak pernah baik-baik saja. Bagaimana aku bisa mengahadapi segala "tuntutan" prestasi dari sekolah? Bagaimana mungkin aku bisa menghadapi perceraian orang tua? Dengan siapa lagi aku harus membagi segala luka dan duka? Tanpa mu, aku kosong.
Berbahagia itu pilihan ku. Tanpa mu, baiknya aku tak perlu memilihnya. Namun hidup harus tetap berjalan, dengan siapa pun kamu bahagia. Banyak singgah yang ku lakukan, dan tentu saja, semuanya selalu ku sanggah.
Hari ini aku memutuskan untuk bertemu kamu lagi, bukan karena rindu ku telalu jalang. Bukan juga karena tawa mu yang menggemaskan. Aku merasa sudah cukup. Cukup membuat dada ku sesak tiba tiba, karena unggahan di sosial media mu. Cukup membuat ku sulit tidur, saat tiba tiba kamu kembali ke dalam dunia ku. Cukup membuat ia merasa tak adil saat aku dalam dekapnya, tapi malah kamu yang memenuhi ruang hati.
Satu langkah besar untuk ku, meminta maaf pada mu karena aku tak cukup menjadi alasan untuk tetap tinggal. Mendeklarasikan bahwa aku pernah menangis pukul 2 dini hari, karena rindu telalu bising di dalam kepala.
Kamu adalah sosok paling menyenangkan yang tak pernah kutemui dalam diri orang lain. Saat kamu datang ke dalam hidup ku lagi, jelas, itu bukan lagi urusan ku.
Dengan habisnya es kelapa di hadapan ku, ku pastikan juga segala sesal, kecewa, rindu, benci dan rasa "hanya kamu yang ku mau"- ku, gugur saat ini juga. Dada ku terlalu lapang jika diisi oleh kamu seorang. Bukan hanya karena kamu bahagia ku, lantas membuat ku tak mau tau siapa bahagia mu. Cukup,kamu bukan lagi semesta ku.