Seperti senja tanpa warna jingga. Ia tak akan
berarti jika tak ada jingga. Seperti aku.
Jingga telah hilang,terbenam bersama matahari
jalang.
Kini,senja berwarna abu abu setelah segala
sesuatu yang menggebu gebu.
Ku coba mengeluarkan cahaya,agar jingga bisa
menembus celah,celah yang mampu membuat ia berbalik arah.
Setelah berhari hari menunggu dalam warna abu
abu,akhirnya ia datang juga,jingga yang hampir setiap hari dirindu.
Ku kira ia akan berwarna setiap hari,tapi
ternyata tidak.
Ia datang hanya untuk melihat ku berarti
lagi,lalu pada akhirnya ia pergi lagi.
Ia takut membuat senja tak indah jika ada
jingga,ia takut jika suatu senja ia tak bisa ada.
Padahal senja tak pernah takut jika suatu hari
langitnya tak indah,asal semua itu dilalui bersama jingga.
Padahal senja selalu siap ditinggal kapan
saja,asal jingga berjanji untuk berwarna saat senja tiba.
Tapi kini jingga telah hilang lagi,bersama
ketakutan yang buat sendiri.
Jika dari awal aku tau,kau datang untuk
menghilang,tak akan ku beri cahaya,tak akan ku biarkan kau masuk memalui celah.
Sayangnya aku terlalu bodoh,mengharapkan mu
berbalik arah dan berwarna lagi.
Terbenam lah,karena sudah tak ada celah. Celah
yang selamanya kututup hingga lelah.