Rabu, 18 November 2015

Sebuah Pertemuan



Hari ini tepat 500 hari setelah kamu pergi,pergi jauh sekali.
Kau meminta ku untuk baik-baik saja,-padahal sulit sekali- tapi aku bisa melalukannya. Lalu mengapa kau datang dan menemui ku lagi? Rindu kan? Akui saja,toh aku pun begitu.
Aku selalu senang saat kau datang,tapi tidak untuk hari ini. Pergi ya pergi saja,tak usah datang lagi. Apa lagi jika hanya untuk mengacak-ngacak hati ini lagi.
Kamu tak henti-hentinya meminta maaf,karena telah pergi tanpa pamit. Aku hanya tertawa saja.
Kamu pikir,melepaskan dan mengobati luka sendirian adalah hal yang mudah?
Kamu pikir,menunggu kau pulang adalah hal yang menyenangkan? Tidak,tuan.
Bahkan penyesalan mu pun tak bisa menjelaskan atas segala apa yang telah ku relakan.
Perihal rindu,memang masih tentang kamu. Tapi maaf,hati ini tak lagi meneima tamu semacam kau. Yang datang terlambat,dan pergi terlalu cepat.
“tak adakah tempat di hati mu untuk ku lagi?”,kata mu sambil berusaha menggenggam tangan ku,namun ku tepis dengan cepat.
Sebenarnya kau masih punya tempat,tapi kecewa ku terlalu berat.
Aku tak pernah menyangka kita akan betemu lagi,dalam keadaan seperti ini. Meski kamu yang meminta duluan. Karena aku tak sudi mengemis sebuah pertemuan dengan seseorang yang tak tau diri,yang diminta bertahan tapi tetap meninggalkan.
Lalu aku bediri “maaf tuan,aku tak punya waktu untuk patah hati lagi”. Kata ku sambil memunggungimu,yang tak peduli pada air yang menggenang di pipi mu.

Minggu, 11 Oktober 2015

Dear subhanallah ku.

Entah malam keberapa,dimana aku tetap terjaga. Tak bisa tidur karena mu.
Tentang senyum yang ditunjukan kepada siapa.
Tentang tawa yang hadir entah karena apa.
Atau tentang sapaan yang tiba tiba muncul di lini masa,entah untuk siapa.
Ini masih tentang kamu yang terlalu sempurna.
Dan masih tentang aku yang tak berani menyapa.
Kamu tidak tau betapa degup jantung ku terlalu terburu-buru,saat kamu memanggil nama lengkap ku. Saat kamu tersenyum ke arah ku,atau saat kamu menanyakan kabar ku malam itu.
Kamu tidak akan tau betapa terbakarnya dada ini,saat melihat mu bersenda gurau dengan perempuan selain aku.
Kamu juga tidak akan tau,betapa sulitnya aku untuk tertidur saat aku rindu kamu.
Ku rasa kamu memang tak usah ingin tau.
Biar lah orang bilang aku egois,toh apa lagi yang harus ku lakukan selain jatuh cinta sendirian?

Selasa, 06 Oktober 2015

Surel rahasia.

“jika aku rindu kamu bagaimana?”
“memangnya kenapa? Kau bebas melakukannya. Setiap hari pun tak apa.”
“benarkah?”
“tentu saja,sebab kita masih bisa jadi teman dan tak akan pernah saling melupakan. Aku berjanji.”



Jika mengingat percakapan tadi,aku ingin sekali tertawa terbahak-bahak. Kau begitu manis tenyata.
Bahagia adalah saat kita bisa duduk berhadapan. Kau memakan es krim cokelat,dan aku memakan es krim rasa vanilla. Tak ada yang berbicara,namun terasa hangat disana,di dada ku.
Rambut mu selalu berantakan,tapi aku suka. Sebab dengan begitu aku bisa merapikannya,dan menciumnya sesekali.
Aku tak pernah bosan,saat mendengarkan mu bercerita berjam-jam bagai pendongeng. Sebab aku tak pernah berhenti tertawa saat menyimaknya.
Dekap mu adalah tempat yang paling masuk akal,saat masalah mengacak-ngacak kewarasan.
Dan tatap mata mu adalah sesuatu yang paling meneduhkan.
Terima kasih,kamu. Dan selamat hari kita yang ke-365 ya,kamu. Sekarang,bisakah kamu menepati janji mu saat ia telah menjadi semesta baru mu?


Jumat, 01 Mei 2015

Selamat tinggal

Hari itu aneh sekali. Aku hanya patah hati,tapi aku seperti ingin mati.
Aku masih ingat hari hari itu.
Hari dimana semesta ku berubah menjadi kelabu.
Hari dimana aku kehilangan aku,kita dan kau.
Sesak sekali rasanya,ketika aku harus melihat mu tertawa bersama perempuan selain aku.
Dan terasa begitu berat,ketika aku harus menyapa mu saat kau sedang menyuapi perempuan mu saat jam makan siang.
Seolah hari itu aku ingin melarikan diri,dan berharap tidak bertemu dengan mu lagi.
Hari itu aku kehilangan semangat belajar,kehilangan nafsu makan dan kehilangan alasan untuk tertawa. Aku seperti orang asing.
Kau lihat kan? Bagaimana patah hati bisa menyita waktu dan menghilangkan kewarasan?
Tetapi hari-hari gelap itu telah berlalu,kini hanya ada aku yang memunggungi mu.
Kau telah pergi,pun aku yang telah melangkahkan kaki lebih jauh lagi.
Aku telah asing di kepala mu,pun kau yang telah berbeda di semesta ku.
Saat kau pergi,semesta tetap bekerja seperti seharusnya. Mentari tetap terbit dari timur. Pelangi tetap berwarna warni. Pun senja tetap berwarna jingga.
Dan kau harus tau. Hanya karena kau telah mematahkan hati ku menjadi kepingan,bukan berarti aku tidak bisa menyambungkan.


Note : Ditulis di akhir bulan maret.

Jumat, 13 Maret 2015

Ini untuk kita

Ini untuk kamu,yang begitu hebat bisa membuat sahabat mu ini menjatuhkan hatinya ke dasar hati mu.
Ini untuk kamu,yang bisa membuat ku merasa tak membutuhkan dunia karena ada kamu disini.
Ini untuk kamu,yang mengajari ku untuk mencintai mu tanpa jeda dan karena.
Ini untuk kamu,yang membuat semesta ku begitu menyenangkan.
Ini untuk kamu,yang membuat rindu yang tak berkesudahan.
Ini untuk kamu,yang mengajari ku arti kecewa dan kehilangan pada saat bersamaan. Yang mengajari ku arti sakit setelah ditinggalkan.
Ini untuk kamu,yang menjadi asing. Menjadi orang lain di hadapan sahabat mu sendiri. Melemparkan bertubi tubi kesakitan,yang harus ku lalui sendirian.
Ini untuk aku,yang terlampau kehilangan,yang terlampau dalam mencintai dan terlalu lama merindu.
Ini untuk aku,yang beranjak pergi karena ingin menyelamatkan hati dari rasa sakit yang teramat sangat.
Yang ini untuk kita,yang tidak berani menatap saat sama sama merasa kehilangan. Dan mengaku untuk tidak saling mengacuhkan,tetapi tidak pernah bertukar kabar.

Rabu, 11 Maret 2015

Sesungguhnya



Halo tuan,bagaiman kabar mu? Semoga kau baik baik saja dengannya.
Ada beberapa hal yang tak sempat ku sampaikan pada mu ; perihal aku.
Sebetulnya hati ini telah hancur menjadi kepingan yang berserakan.
Tapi sesungguhnya raga ini masih bisa menemani mu untuk sekedar makan siang.
Sesungguhnya kaki ini akan berhenti ditempat,ketika kau datang menemui ku saat semua orang meninggalkan dunia mu.
Sesungguhnya telinga ini akan selalu siap mendengarkan semua cerita tak penting mu itu.
Sesungguhnya mulut ini akan selalu bisa bernyanyi lagu kesukaan mu-walau aku tak suka menyanyi-.
Sesungguhnya jari ini akan selalu membuat mu nyaman,saat kau menggenggam dalam keadaan tak aman.
Dia memang bisa membuat mu bahagia,pun aku yang bisa lebih baik melakukannya.

Kamu

Aku tidak tahu harus memulainya dari mana,mungkin aku akan memulainya dengan "halo" agar terlihat lebih ceria.
Enggg,baik lah. Halo,apa kabar? Kamu masih ingat aku tidak? Jika kamu menjawab "tentu saja",dan menanyakan hal yang sama,aku akan menjawab,dan akan sedikit... Enggg menyembunyikan debar.
Baik lah,aku masih sangat mengingat mu,sungguh.
Mengingat kamu yang begitu "bodo amat"-nya dengan sindiran orang lain terhadap sikap mu yang kekanak kanakan.
Mengingat kamu yang selalu semangat dan berlipat-lipat lebih cerewet dari pada aku.
Mengingat jokes mu yang selalu berhasil membuat perut ku kram,karena terlalu lama tertawa.
Mengingat kamu yang selalu suka dengan kaos berwana hitam dan juga sepatu merk vans.
Atau mengingat kamu yang selalu menyisakan cokelat di sudut bibir saat makan es krim.
Bukan,aku bukannya sudah tidak pelupa lagi. Tapi untuk hal-hal yang berhubungan dengan mu,aku bisa seingat itu.
Kekhawatiran mu memang benar,setelah kamu pergi,aku tidak akan merasa baik baik saja.
Tapi percaya lah,aku sudah tidak secengeng masa lalu,tapi terkadang aku rindu kamu yang dulu.

Selasa, 10 Maret 2015

Ingin



Aku ingin menjadi “kamu” lagi,disetiap “selamat pagi kamu” atau “semangat ya kamu”, yang kamu ucapkan.
Aku ingin duduk berdua lagi.menikamati percakapan disore hari. Apa pun topiknya,aku akan mendengarkannya.
Aku ingin makan mie ayam lagi,melihat kening mu berkeringat karena terlalu banyak menambahkan sambal. Lalu aku hanya tertawa dibuatnya.
Aku ingin makan es krim lagi,membersihkan sisa cokelat di sudut bibir mu,karena aku tahu kamu selalu seperti itu.
Aku ingin terbangun ditengah malam lagi,hanya untuk mendengar  “selamat tidur moodboser ku” di ujung telepon.
Jika semua terulang lagi,aku berjanji tidak akan membicarakan yang dulu lagi. Tentang kamu,atau tentang perasaan ku. Karena aku hanya rindu “kegiatan”-nya,bukan “perasaan”-nya  atau tentang “kamu”-nya.
Kamu juga harus berjanji tidak akan membicarakan rindu aku yang dulu,karena nyatanya kamu yang berubah duluan.
Kapan-kapan kita bisa melakukannya lagi kan? Kan?

Dihujan seperti ini



Dihujan seperti ini ; deras,dingin dan banyak angin,kita pernah duduk berlama lama hanya untuk bergurau saja.
Dihujan seperti ini,kita pernah makan mie ayam berhadapan,dari sini aku bisa melihat wajah mu yang memerah karena mie mu terlalu pedas. Kamu lucu sekali saat itu.
Dihujan seperti ini,aku pernah merengek minta dibelikan es krim,lalu kamu melarang ku dengan alasan es krim teralalu dingin untuk dinikmati saat udara seperti ini. Tapi akhirnya kamu tetap membelikannya juga,karena udara tak teralu dingin untuk kita - kata mu -
Dihujan seperti in,kita pernah terjebak di ruangan yang sama,mendengarkan suara hujan berdua.
Dihujan seperti ini,kamu pernah sehangat tungku api,walau kamu hanya menatap ku tanpa henti.
Dihujan seperti ini apakah kamu mengingatnya? Atau hanya aku yang melakukannya?

Jumat, 06 Februari 2015

Seorang pelupa

Aku selalu lupa dimana terakhir kali aku menaruh ponsel atau remote tv saat di rumah,tapi aku tak pernah lupa menaruh semua barang yang pernah kau berikan.
Aku selalu lupa membawa handuk ketika aku hendak mandi,tapi aku tak pernah lupa membawakan mu bekal makan siang,atau sekedar makan di kantin belakang.
Aku selalu lupa mengirimi mu pesan singkat,tapi aku tak pernah lupa mengirimi mu doa padat penuh harap.
Aku selalu lupa tanggal hari jadi kita,tapi aku tak pernah lupa saat pertama kali jari jemari kita saling berpautan.
Aku selalu lupa tempat yang pernah kita kunjungi,tapi aku tak pernah lupa tempat dimana kita duduk berdua menikmati langit di sore hari.
Aku selalu lupa jika kau tak suka kopi,tapi aku tak pernah lupa jika kau sangat suka bernyanyi di kamar mandi.
Aku selalu lupa kapan terakhir kali kita makan siang berdua,tapi aku tak pernah lupa saat kita menjejali es krim untuk pertama kalinya.
Aku memang pelupa,tapi aku tak pernah lupa semua tentang kita-tentang mu lebih tepatnya-.



Note : Ditulis disuatu senja,saat kau menganggap aku adalah orang yang paling pelupa sedunia,kemudian setelah itu kau bisikan “but i love you just the way you’re”. Dulu.

Mengikhlaskan

Hari itu aku duduk disudut kelas,menikmati sendu bersama suara hujan. Sampai pada akhirnya kau datang menghampiri ku dengan ekspresi kebingungan.
“Ada apa? Mengapa kau terlihat bersedih?.” Kata mu yang tiba tiba duduk didepan ku.
“Aku sedang tidak baik baik saja,aku baru saja kehilangan.” Ucap ku sambil memandangi hujan.
“Kehilangan sesuatu yang sudah menjadi masa lalu?.” Pertanyaan itu keluar bersama tatapan penasaran.
Aku memberanikan diri menatap mu,”Begitu lah.” Kata ku.
“Ayo lah tak usah menangis tersedu sedu. Semuanya sudah berlalu.” Terdengar nada seperti menyemangati.
Aku hanya diam.
Lalu kau melanjutkan kalimat mu lagi, “Gelap pasti berganti terang,kau tak perlu khawatir. Kau hanya perlu mengikhlaskan.”
“Bagaimana mungkin aku bisa mengikhlaskan seseorang yang baru saja mampir pada sudut hati ini? Ia pergi terlalu cepat.” Ucap ku dengan suara sedikit bergetar.
“Ia pasti punya alasan untuk meninggalkan mu,mungkin saja ia masih mencintai mu. Ia sudah pergi,kau harus menerima kenyataan bahwa hatinya bukan lagi untuk mu.”
“Jika ia mencintai ku,mengapa ia terlalu cepat pergi? Apa cinta tak bias datang tanpa membawa kesedihan?.” Mata ku mulai berkaca kaca tak bisa menahan sendu yang ada.
“Tenang lah nona,tak usah terburu buru seperti itu. Tuhan menciptakan kebahagiaan dan kesedihan dalam satu paket,tak usah berlarut dalam kesedihan. Tak usah memikirkannya lagi,ia sudah pergi.” Kata mu yang masih menatap ku lekat.
“Asal kau tau saja,mengikhlaskan tak pernah sesingkat tangisan perpisahan.” Ucap ku dengan suara purau.
“Aku mengerti,tapi pesta sudah usai nona,saatnya menyambut hari baru. Maafkan masa lalu mu,biarkan ia tertinggal dibelakang.” Kata mu yang berusaha menumbuhkan harapan.
Aku mulai terisak,tapi berusaha mengelak. “Jika aku sudah mengikhlaskan,dan aku merindukannya dengan teramat sangat,apa yang harus ku lakukan?.”
“Kau masih bisa menemuinya untuk sekedar minum kopi bersama,ku rasa kalian masih bisa berteman. Mulai hari ini kau harus ceria lagi,tak usah bersedih seperti itu. Biarkan ia pergi.”
Aku berdiri,dan melangkahkan kaki keluar kelas. Tapi kau berteriak dari belakang. “Mau kemana kau? Diluar masih hujan.”
“Tak masalah,aku selalu suka hujan. Hari ini aku baru saja kehilangan seseorang,dan ia baru saja memberi ku nasihat untuk melepaskan. Mengapa cinta membuat mu begitu cepat mengikhlaskan?.”

“…”



Parungpanjang,22 desember 2014.

Sabtu, 10 Januari 2015

Senja tanpa warna jingga

Seperti senja tanpa warna jingga. Ia tak akan berarti jika tak ada jingga. Seperti aku.
Jingga telah hilang,terbenam bersama matahari jalang.
Kini,senja berwarna abu abu setelah segala sesuatu yang menggebu gebu.
Ku coba mengeluarkan cahaya,agar jingga bisa menembus celah,celah yang mampu membuat ia berbalik arah.
Setelah berhari hari menunggu dalam warna abu abu,akhirnya ia datang juga,jingga yang hampir setiap hari dirindu.
Ku kira ia akan berwarna setiap hari,tapi ternyata tidak.
Ia datang hanya untuk melihat ku berarti lagi,lalu pada akhirnya ia pergi lagi.
Ia takut membuat senja tak indah jika ada jingga,ia takut jika suatu senja ia tak bisa ada.
Padahal senja tak pernah takut jika suatu hari langitnya tak indah,asal semua itu dilalui bersama jingga.
Padahal senja selalu siap ditinggal kapan saja,asal jingga berjanji untuk berwarna saat senja tiba.
Tapi kini jingga telah hilang lagi,bersama ketakutan yang buat sendiri.
Jika dari awal aku tau,kau datang untuk menghilang,tak akan ku beri cahaya,tak akan ku biarkan kau masuk memalui celah.
Sayangnya aku terlalu bodoh,mengharapkan mu berbalik arah dan berwarna lagi.

Terbenam lah,karena sudah tak ada celah. Celah yang selamanya kututup hingga lelah.

Jumat, 09 Januari 2015

Kepada An

Kepada An dengan penuh kerinduan,
aku benci jika harus seperti ini; merindukanmu dalam diam.
aku benci jika harus menahan rindu, rindu yang sudah membelenggu.
aku benci menabung pundi-pundi rindu, yang tak tau kapan akan hilang dinikmati berdua.
aku benci mengatakan rindu yang tak menghasilkan temu.
tapi aku tak pernah benci padamu, padamu yang telah membuatku serindu ini.


note: ditulis dibulan november yang hangat.

Tentang saya

Hallo nama saya Bella Trinurhayati,saya mempunyai keluarga yang menyenangkan dan juga teman yang selalu ada. Saya adalah penikmat kopi dan es krim saat senja. Saya adalah pecinta Keluarga Kojul Kampret,hidup saya penuhwarna karena mereka.